Sabtu, 30 April 2016

How to be a Good Speaker

Komunikasi adalah hal yang hampir tiap saat kita lakukan. Dalam aktivitas kita dengan orang lain sangat diperlukan yang namanya komunikasi. Jika kita tidak berkomunikasi dengan orang lain rasanya seperti kita tidak bersosialisasi dengan orang lain. Dalam komunikasi yang biasa kita lakukan adalah berbicara. Berbicara menjadi hal yang memudahkan komunikasi. Lalu bagaimana cara untuk menjadi pembicara yang baik?

Ya, terkadang kita malu atau merasa tidak percaya diri saat sedang berbicara dengan orang lain. Berikut beberapa tips yang bisa kamu lakukan untuk menjadi pembicara yang baik:

1. Make eye contact
Buat kontak mata dengan lawan bicaramu. Dengan begitu ia akan merasa diperhatikan dan tidak diabaikan.

2. Speak Clearly
Berbicaralah yang jelas. Jangan sampai lawan bicara kamu malas mendengarkan kamu berbicara karna bicaramu yang tidak jelas.

3. Be Interesting
Walaupun kamu nggak begitu tertarik dengan topik pembicaraan, usahakan kamu menghargai lawan bicara kamu. Kamu juga bisa membelokkan topik pembicaraan yang lebih menarik bagi kamu dan lawan bicara kamu.

4. Don't use one tone the entire speech
Tentu akan sedikit membosankan saat kamu berbicara banyak sekali namun dengan nada yang sama dan datar. Atur intonasi suara kamu dalam bicara akan membuat orang tertarik dengan pembicaraanmu .

5. Use Your Hands
Gunakan tanganmu dalam berbicara sebagai bahasa tubuh. Bahasa tubuh juga akan membuat lawan bicaramu tertarik. Bahasa tubuh juga bisa sebagai bentuk ekspresimu saat berbicara.

6. Speak Up
Ini yang paling penting. Kalau kamu tidak mau berbicara bagaimana kamu bisa menjadi pembicara yang baik.

Nah, tips-tips di atas bisa kamu implementasikan saat berbicara dengan lawan bicara atau di depan banyak audiens. Yang terpenting adalah kamu mau mencoba. Jangan takut mencoba dan latihan terus, ya!

This entry was posted in

Minggu, 17 April 2016

Surat Terbuka: Jakarta ku Sayang, Jakarta ku Malang

Jakarta ku sayang...
Jakarta yang katanya kota metropolitan. Jakarta, ibu kota yang kerasnya lebih keras dari ibu tiri. Jakarta pusat pemerintahan. Jakarta seperti rumah, semua suku berkumpul menjadi satu. Jakarta tempat orang-orang mengadu nasib.

Orang melihat Jakarta adalah kota yang hebat. Kelap-kelip malam ibu kota terlihat mengagumkan. Orang menganggap siapapun datang Jakarta ia akan berhasil. Tapi lihat di sudut ibu kota, jangan lihat yang nampak saja! Warga terlantar tak punya tempat tinggal. Warga sakit tak punya biaya berobat. Anak jalanan tak mampu bersekolah karena mahalnya pendidikan. Bahkan tak malu mengemis demi sesuap nasi dan gengsi dengan saudara di kampung. Lalu seperti apakah Jakarta itu?

Jakarta ku malang...
Seperti daerah lain, kota-kota yang memiliki gunung. Jakarta juga memiliki gunung, gunungan sampah menjulang tinggi! Penyebab banjir tahunan. Kala musim hujan tiba warga harus siap siaga. Mengganggu aktifitas, merugikan, bahkan memakan korban. Macetnya ibu kota seperti ciri khas. Perjalanan dekat rasanya seperti perjalanan jauh. Membuat banyak orang frustasi. Kebutuhan gaya hidup yang tinggi di Jakarta berdampak pada kriminalitas meningkat. Pencurian, perampokan, pembegalan, pembunuhan, pemerkosaan, dan lainnya. Kriminalitas di sekeliling, seolah Jakarta terasa tak aman.

'The city that never sleep' adalah julukan untuk Jakarta. Dua puluh empat jam dalam sehari ibu kota beraktifitas. Kota yang sibuk. Apakah pemerintahnya juga sesibuk ini nemikirkan Jakarta? Kemanakah pemerintah?

Jakarta ku ingin hidup bersih, taman hijau menghiasi kota, udara segar di sekeliling kota, tak ada lagi banjir. Jakarta ku ingin sejahtera, semua warga berpendidikan dan sehat, tak ada lagi pengemis cilik di jalan. Jakarta ku ingin aman, tak ada kriminalitas, semua warga merasa aman di ibu kota. Jakarta ku ingin tentram, jalanan lancar tanpa macet, memudahkan akses warganya, fasilitas umum bertambah baik. Jakarta ku tak ingin di abaikan, pemerintah lihatlah Jakarta, apakah sulit membuat Jakarta bersih, aman, tentram, sejahtera?

Pemerintah tidak akan sendiri, bersama warga mari ciptakan Jakarta yang madani. Cinta untuk Jakarta, kota beribu cinta warganya.


Salam cinta untuk Jakarta,

Warga Jakarta

Senin, 11 April 2016

Calon Pendidik Wajib Baca



Gambar: www.wingclips.com


Sekitar dua hari yang lalu, tepatnya hari Sabtu tanggal 9 April 2016, saya mengikuti sebuah agenda yang masih rangkaian acara TER (Training For Education Reformers) yang diadakan oleh Eduwa UNJ. Agenda hari itu adalah Edu watch dan bedah buku. Nonton film bareng bertema pendidikan. 

Hmm... saya penasaran film apa yang akan ditayangkan oleh panitia nanti...
Beberapa peserta sudah berkumpul di ruangan. Menahan gejolak penasaran dengan apa yang akan ditayangkan. 

Freedom Writers. Itu judul film yang akan ditayangkan. Mendengar judulnya, saya kira filmnya tentang kiat-kiat menjadi penulis hebat atau semacamnya yang berhubungan dengan kepenulisan (maklum kebawa hobi hehe..) tapi ternyata..... wow! Kalau kamu penasaran, bisa minta filenya sama kakak panitia^^


Film Freedom Writers diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang guru untuk membangkitkan semangat belajar para muridnya. Sebut saja guru ini Bu Erin. Bu Erin adalah guru baru di Woodrow Wilson High School, wilayah Amerika Serikat. Masih guru baru, tapi ditempatkan di kelas 'khusus' yang menampung anak-anak korban perkelahian antargeng gitu (kalau di Indonesia, semacam pelajar yang suka tawuran gitu kali ya), karena banyak guru yang tidak tahan dengan kelakuan kedua kubu ini. Di dalam kelas, kedua kubu tersebut duduk sesuai kubunya. Tidak ada anggota suatu kubu yang bergabung dengan kubu lainnya. Padahal mereka satu kelas, tapi suasananya.... ibarat 'senggol dikit bacok'.

Sebagai pendidik, Bu Erin harus cari cara untuk menghadapi murid-muridnya ini. Bu Erin meminta seluruh muridnya untuk menulis apapun yang mereka suka, bebas, di sebuah buku harian. Buku harian ini tiap harinya akan dikembalikan lagi pada Bu Erin. Ternyata cara ini berhasil! Dari tulisan-tulisan muridnya, Bu Erin akhirnya paham dengan apa yang harus ia lakukan. Ia harus menyadarkan mereka bahwa perkelahian bukan segalanya. Bu Erin juga mengajar dengan cara yang unik, mencoba menyadarkan mereka bahwan pendidikan akan membawa kehidupan mereka ke arah lebih baik. Sampai akhirnya mereka, murid-murid bu Erin, menjadi orang pertama di keluarga mereka yang mampu melanjutkan pendidikan.

Nah, selain nonton film bareng, ada sesi 2, nih! Bedah Buku! Bedah buku yang juga bertemakan pendidikan. Kelompok saya berkesempatan membedah buku berjudul Totto-Chan. Tau kan si gadis asal Jepang ini? Awalnya saya kira buku ini seperti novel-novel romansa lainnya, ternyata isinya..  wow! Penasaran? Baca aja^^

Totto-Chan nama aslinya Tetsuko Kuroyanagi merupakan penulis aslinya yang menceritakan pengalamannya dalam buku ini. Totto-Chan adalah gadis kecil yang sangat ceria dan penuh semangat untuk sekolah. Tapi sayangnya ia di keluarkan dari sekolah. Guru-guru tak sanggup lagi menghadapi Totto-Chan. Sikap Totto-Chan dianggap aneh, mulai dari sering membuka-tutup meja dengan suara yang mengganggu sampai berdiri di dekat jendela untuk menunggu pemusik jalanan yang lewat kemudian memanggil dan meminta mereka untuk memainkan lagu. Totto-Chan tidak tahu bahwa ia dikeluarkan. Ibunya tidak ingin ia merasa tertekan.

Tomoe Gakuen merupakan tempat yang menyenangkan bagi Totto-Chan. Juga Kepala sekolahnya yang menyenangkan. Belum pernah ada orang dewasa mau berlama-lama mendengar celoteh anak kecil, dan Kepala Sekolah mendengarkan Totto-Chan bercerita berjam-jam! Di Tomoe Gakuen para murid bebas memilih urutan pelajaran yang di sukai. 

Terkadang belajar tidak hanya diruang kelas, tapi juga di gerbong kereta yang disulap menjadi kelas. Di Tomoe Gakoen, Totto-Chan banyak belajar tentang persahabatan, saling menghormati dan menghargai.

Berkaca pada pendidikan di Indonesia. Banyak siswa-siswa yang suka tawuran antar sekolah, sering kali karena masalah sepele. Ada pula siswa yang berbeda dengan siswa lainnya. Mungkin ada beberapa guru merasa malu dengan kelakuan mereka, lelah, geram, hingga akhirnya menciptakan label 'anak nakal' dan semacamnya pada mereka. Menurut teori labeling, label yang diberikan pada mereka akan menempel pada mereka. Seharusnya sebagai pendidik, bukan hanya sekedar mengajar, kita harus mampu mendidik mereka. Bukan mendidik dengan menyalurkan ilmu saja, mendidik akhlak dan perilaku juga. Kita juga harus memahami dunia mereka, bukan memaksa mereka memahami dunia kita. Murid adalah amanah guru. Orangtua mereka menitipkan anaknya di sekolah untuk dididik dengan benar. Tapi masih banyak guru yang belum memahami ini. Semoga saja pendidikan di negeri ini bisa lebih baik. Mampu memanusiakan manusia dengan pendidikan.

Agar lebih dapat feelnya, kamu bisa nonton film Freedom Writers dan baca buku Totto-Chan. Di jamin seru! Terima kasih juga untuk panitia yang telah mempertemukan saya dengan Freedom Writers dan Totto-Chan

Sangat-sangat menginspirasi sekali^^

Hidup Pendidikan Indonesia!

Minggu, 10 April 2016

Aku dan Si Hijau

Mahasiswa, namanya seperti Mahameru. Puncak gunung tertinggi di Jawa yang amat mempesona. Mahasiswa, tingkat tertinggi pelajar. Jaket almamater adalah ruh seorang mahasiswa. Kelak almamater itu pun akan meminta pertanggungjawaban.

Apakah selama ini ia hanya tersimpan rapih dibalut aroma pewangi di dalam lemari? Atau beraroma keringat perjuangan?

Dialah sahabatku. Yang menemani hari-hariku di jalan juang ini. Si Hijau yang mempesona. Tak peduli kalah brand dengan Si Kuning, Si Biru, ataupun Si Kargon. Si Hijau tetap sahabatku. Yang selalu ingin kutunjukkan pada orangtuaku, aku sedang mengemban amanah dari mereka. Di sanalah aku mengingat rakyat yang haknya harus kuperjuangkan. Dari rakyat aku bisa menduduki bangku kuliah. Dari rakyat aku bisa bernafas disini. Maka untuk rakyat ia kupergunakan. Ada amanah rakyat dalam ruh Si Hijau.

Walaupun akan banyak hal menghalangi, banyak yang menentang dan tidak menyukai. Tidak akan menyurutkan semangat juang yang kutoreh pada Si Hijau. Aku akan bertanya pada diriku, sudah kah aku bermanfaat? Sudah kan aku amanah?

Pernah sekali aku kehilangan dia. Panik tentu saja. Aku tidak memikirkan soal harga membeli Si Hijau yang baru.Tapi yang kupikirkan seolah aku harus mengulang semua perjuangan dari nol. Ah, untungnya Allah masih menjodohkan aku dengannya. Si Hijau ditemukan dengan baik oleh seseorang. Hal itu tak akan terjadi lagi. Aku akan takut jika ia hilang, aku tak lagi bisa membawanya diam-diam tanpa ketahuan ibu saat aku ingin pergi aksi. Saat-saat menegangkan yang aku alami dengan Si Hijau. Si Hijau yang kancing emasnya masih kurawat baik dan utuh.

Petualanganku dan ia pun sudah amat jauh. Aku sering membawanya ke luar kota. Membawanya ke daratan nan tinggi. Membawanya bertemu orang-orang hebat. Membawanya saat aku menuntut ilmu. Membawanya berjuang di jalan.

Si Hijau, padanya aku berhutang budi. Ia yang melindungiku di kala dingin menusuk tulang. Melindungiku dari terpaan angin. Melindungiku dari rinai hujan. Melindungiku dari teriknya mentari. Melindungiku dari debu jalanan.

Aku tidak hanya ingin menciptakan momen biasa dengannya. Aku, mahasiswa yang hanya berusaha melakukan apa yang harus kulakukan. Tidak ingin hanya duduk dalam ruangan ber-AC lalu pulang kerumah, memikirkan nilai dan IP sepanjang hari. Aku ingin mematahkan anggapan orang awam bahwa pergerakan mahasiswa kini diam. Melawan mereka orang berdasi yang tidak benar dengan kuasanya. Menegakkan keadilan bagi rakyat. Aku hanya berusaha. Tidak salah bukan? Kuserahkan pada Allah bagaimana hasilnya. Aku memang bukan orang berpengaruh di dunia. Aku bukan siapa-siapa. Aku tak punya harta karun atau jabatan. Tetapi bersama Si Hjau aku adalah Mahasiwa. Berusaha menjalankan empat fungsi mahasiswa dan tridharma perguruan tinggi.

Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indinesia!