Rabu, 24 Agustus 2016

Terlena

Terlena ku pada waktu
Kala luang menjadi terbuang
Kala padat tak ada tempat

Terlena ku pada usia
Pikirku di kala muda, tua itu masih panjang
Saat masa itu datang, menyesal rasanya

Terlena ku pada manusia
Mereka semua baik, ternyata tidak
Mereka semua sama, ternyata tidak

Terlena ku pada harta
Bahagia rasanya memiliki segala
Lalu gigit jari saat segala itu habis

Terlena ku pada dunia
Kuberikan seluruh untuk dunia
Kemudian akhirat membenciku

Terlena ku terlena..

•••

Lebih sering kita memikirkan hal tidak penting, dibanding hal yang lebih penting.

Lebih sering kita melakukan hal tidak berguna, dibanding hal yang banyak guna.

Lebih sering kita meminta yang disuka, dibanding yang dibutuhkan.

Lebih sering kita menyerah, dibanding bangkit lagi.

Lebih sering kita percaya, dibanding mencari tahu.

Lebih sering kita membuka layar ponsel, dibanding membuka Al-qur'an.

—piyi

Minggu, 14 Agustus 2016

Menjemput Cita dan Cinta di Kampung Rawadas

Rawadas adalah sebuah kampung kecil yang letaknya bersebelahan dengan Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Kelapa. Siapa yang sadar? Kampung kecil ini berada di ibu kota negara Indonesia—Jakarta.

Tidak masalah dengan letak. Kampung Rawadas kini menjadi persinggahan baru bagi para aktivis kampus pegerakan intelektual.

17 hingga 23 Juli 2016, peserta Pelatihan Kepemimpinan Mahiswa UNJ melaksanakan rangkaian pelatihan berupa pengabdian masyarakat di kampung Rawadas. Diawali dengan analisis sosial dan lingkungan pada Minggu, 17 Juli 2016. Penduduk sekitar merupakan kalangan menengah kebawah dengan profesi kebanyakan pemulung dan pedagang kecil. Rumah-rumah terlihat tidak permanen—tanpa tembok dan atap genteng, melainkan dinding yang hanya dibalut semen atau dari kayu dan beratap asbes. Setelah ditelurusi ternyata pemukiman yang amat dekat dengan TPU ini bisa saja suatu waktu digusur untuk perluasan TPU.  Saluran air yang dangkal di sekitar pemukiman terlihat penuh serta menghitam. Ditambah minimnya tempat sampah dan tidak adanya tempat pembuangan akhir.

Saat pertama memasuki wilayah kampung Rawadas, terlihat sebuah saung yang ternyata adalah tempat belajar anak-anak warga setempat. Kondisinya tidak bisa dibilang bagus. Dinding yang mengelilingi tidak tertutup walau hanya sebatas pinggang akhirnya hanya ditutup dengan banner agar tidak terlalu basah saat kena tampias hujan. Masalah lain datang dari atap yang banyak lubangnya.

Seluruh kondisi ini membuat para peserta harus memutar otak. Berdiskusi mencari solusinya. Didapatkan hasil harus mencari dana sebanyak 34 juta untuk pembangunan tempat sampah, saung baru, dan renovasi saung.

Selama sekitar 4 hari peserta mencari dana dari donatur maupun menjual berbagai makanan dan minuman. Didapat dana sebanyak Rp28.999.100,00. Memang tidak mencapai target tapi cukup untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan.

Satu minggu lamanya para peserta berjibaku dengan warga setempat merenovasi saung, membangun saung baru, dan tempat sampah. Selain itu ada pula kegiatan belajar sambil bermain dengan anak-anak warga dan memberikan ilmu keterampilan seperti membuat bross pada ibu-ibu. Alhamdulillah niat baik kami disambut dengan baik pula oleh warga.

Hari terakhir kami di kampung Rawadas, kami membuat sebuah pesta rakyat. Menampilkan pentas seni dari adik-adik yang sudah kami latih. Mengumpulkan warga setempat pula.

Seminggu sudah kami di kampung Rawadas. Mengabulkan mimpi bagi langkah-langkah kecil anak kampung Rawadas yang ingin belajar dengan nyaman. Seminggu sudah tiap kali kami mau ke kampung Rawadas harus melewati pemakaman, seolah diingatkan pada tempat kita akan kembali. Seminggu sudah. Di hari terakhir, wajah-wajah ceria adik-adik mulai terlihat muram. Tidak ingin ditinggal. Juga dengan kami. Akan selalu rindu dengan adik-adik di kampung Rawadas. Sesekali kami akan kembali kesana menyapa cinta yang menunggu kami tiap harinya.

Saya merasa bersyukur. Menjadi bagian dari keluar ini. Keluarga PKM UNJ 2016. Mengajarkan saya banyak hal baru dalam satu minggu. Pelajaran hidup adalah ilmu berharga yang saya dapat disini. Terima kasih teruntuk panitia atas kesempatannya. Semoga kelak kami para peserta bisa menjadi apa yang panitia inginkan, menjadi apa yang bangsa ini harapkan—pemuda yang dirindukan bangsa.

Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Hidup Pendidikan Indonesia!


(Walaupun masa pengabdian kami sudah selesai terkadang kami masih suka datang ke kampung Rawadas. Menyelesaikan hal yang belum tuntas atau sekedar bertemu adik-adik. Adik-adik itu...mereka menangis saat kami pergi. Sungguh dik, kami tidak akan pergi. Sebagian cinta kami tertinggal di kampung Rawadas. Tegar lah dik, dan jemput cita-citamu. Buat bangga orangtua dan bangun Indonesia Madani.)

Sabtu, 06 Agustus 2016

Sebut Aku Bodoh





Aku punya mimpi. Mungkin tiap orang punya mimpi. Tapi aku bingung, apa mimpiku? Saat aku bermimpi untuk sesuatu, aku berpikir tidak akan menjadi nyata. Bagaimana caranya aku bisa mewujudkan mimpi itu?

Kesempatan datang silih berganti. Menyapaku diriku yang membisu. Aku seperti penonton yang terlarut dalam drama, menonton para pemain itu terus bergerak dengan tujuan. Aku hanya membisu, dan melewati kesempatan-kesempatan. Menyisakan penyesalan.

Sebut aku bodoh. Bahkan aku masih diam dan masih menghitung peluang berapa banyak kesempatan lagi yang akan datang. Masih terus berangan bahwa aku bermimpi.

Aku lelah bermimpi. Aku lelah hanya membisu. Aku lelah menghitung. Aku lelah menunggu. Aku akan bangkit. Aku akan mewujudkan mimpi-mimpi itu. Aku hampir saja sampai. Padahal aku belum melakukan sesuatu. Sebut aku bodoh. Ternyata aku hanya bermimpi. 

Darimana aku harus memulai mewujudkannya?