Selasa, 15 Maret 2016

dari Hati

Saat aku menatap, itu dari hati.
Saat aku berkata, itu dari hati.
Saat aku berbuat, itu dari hati.
Saat aku melangkah, itu dari hati.
Saat aku sedih, itu dari hati.
Saat aku tertawa, itu dari hati.
Saat aku tersenyum, itu dari hati.
Saat aku menulis ini pun, dari hati.

Namun pernahkah kau melakukan itu semua untukku dari hati?
Apakah saat memanggilku, itu dari hati?
Apakah saat mengucapkan hal itu dari hati?

Hahaha

Ya, aku terlalu berharap. Berharap hati tak akan berbohong. Nyatanya hatiku tak akan berbohong. Mengelakpun ia akan kontradiksi dengan otakku.

Ah, kau lelaki berjaket hitam. Selalu terlihat gagah dengan itu. Bahkan kegagahanmu mampu membuat banyak wanita terpesona. Mampu mengotori hati.

Hati, bisakah kita lihat kenyataan? Kita harus pergi dan meninggalkan dia. Aku tahu kamu pasti tidak ingin sakit, bukan? Lupakan dia. Biarlah namanya hanya terucap dalan do'aku. Kalau dia yang tulang rusuknya aku curi, pasti ia akan datang untuk mengambilnya.

Sudah 30 Hari? Yuk, Lebaran!

Alhamdulillah...
30 hari sudah saya lewati lika-liku mencari ide. Kini saya sudah di penguhujung. Ibarat ramadhan (sekitar 80 harian lagi ramadhan, lho), 30 hari itu saya puasa. Iya saya puasa bersantai-santai. Puasa baca novel menye-menye. Puasa bengong di TJ. Hehehe

Kalau puasa dapat pahala, nah di 30 DWC saya dapat hikmah. Hikmahnya saya harus makin rajin nulis. Seperti yang sudah saya pernah katakan di tulisan saya hari kesekian (saya lupa, hehehe), menulis itu menciptakan peradaban. Seandainya nggak ada orang yang menulis di dunia, mungkin saya nggak akan tau bagaimana Indonesia merdeka. Nggak akan tau kapan Indonesia merdeka. Nggak punya surat akte kelahiran, dan surat-surat penting lain. Panjang ya kalai dijabarin. Nanti balik lagi deh ke zaman pra aksara. Saya yang awalnya cuma nulis ya begitu-begitu aja seiring waktu saya merasakan sendiri saya sedang ujian dan akan naik kelas.

30 tulisan (lebih) sudah menghiasi blog saya aprilliapuadji.blogspot.com . Saatnya saya lebaran! Merayakan hari kemenangan saya telah menulis dengan membaca. Ya, besok saat lebaran saya berniat membabat habis sebuah buku berjudul 'Asiyah' Serial 4 wanita penghuni surga yang saya pinjam di perpustakaan UNJ sebulan lalu dan belum sempat saya baca. Mungkin sudah kena denda karena telat mengembalikan. Ini sih, cara saya merayakan hari kemenangan saya. Bagaimana dengan kamu?

Ah, ya! Pastinya saya berterima kasih sekali buat kak Rezky, founder #30DWC - 30 Days Writing Challenge - yang telah membuka kesempatan ini sehingga saya bisa melatih diri untuk menulis. Terima kasih ya, kak! Semoga kebaikan kakak dibalas lebih oleh Allah, aamiin. Kalau ada jilid 3 nya aku mau ikutan ah~

Terima kasih juga untuk para fighters yang mau meluangkan waktu mampir ke blog saya. Jadinya kan tulisan saya nggak sekedar pajangan di blog aja. Hehehe. Terima kasih juga atas tulisan-tulisan kalian yang begitu inspiratif...

Dear all fighters #30DWC jilid 2, 
Keep writing, keep inspiring.

Berakhirnya #30DWC jilid 2 ini bukan berakhirnya menulis, tapi awal untuk memulai tulisan baru. Semangat!!!


Yuk, lebaran!

Pena Ungu, Aprillia Apuadji

Menjadi Inspirator Peradaban

Masih hangat. Baru kemarin saya menghadiri kajian sosial politik, Forum Diskusi (FOKUS) perdana dari Tim Aksi Fakultas MIPA UNJ yang mengusung tema luar biasa: "Inspirator Peradaban". Menghadirkan pembicara yang juga luar biasanya, Kak Fajar Tri Nugroho. Kak Fajar ini ditahun 2013 mengemban amanah sebagai Kepala Departemen Sosial Politik BEM UNJ. Pasti nyambung banget ya pembahasannya.

Sedikit rangkuman yang saya dapat dari kajian kemarin.

Apa itu inspirator?
Inspirator adalah orang yang dipaksa atau diminta oleh lingkungannya untuk memberikan ide sebaik - baiknya.

Lalu apa itu peradaban?
Peradaban adalah dimana ada perbaikan pemikiran, tata krama dan rasa. Bagaimana kita dapat mengadvokasi diri sendiri adalah sebaik - baiknya peradaban.

Peradaban yang sudah baik adalah ketika hanya ada sedikit lembaga yang mengadvokasi masyarakat, karena masyarakatnya telah dapat mengadvokasi diri sendiri.

Ir. Soekarno saat tahun 1950 pernah berkata bahwa Peradaban Indonesia baru akan terbentuk ketika 50 tahun mendatang, beliau (Ir. Soekarno) mengatakan “Jika ingin peradaban Indonesia itu bangkit, jaga yang namanya daerah timur”, karena apabila wilayah timur sudah kita jaga maka 50 tahun kedepan (kurang lebih tahun 2010) masyarakat akan merasakan peradaban Indonesia.

Sayangnya, sejak masa orde baru hingga saat ini wilayah Timur dikuasai oleh Barat. Indonesia baru akan bisa membuat peradabannya ketika Barat dapat pergi dari bumi Indonesia, sehingga kekayaan alam Indonesia dapat dikembangkan oleh bangsa sendiri.

3 Faktor yang menguatkan peradaban, yaitu:
- Pemerintah
- Ekonomi
- IPTEK
Semua faktor harus selalu bersinergi, tidak bisa hanya satu yang diunggulkan atau dihadirkan.

Faktanya, perkembangan IPTEK di Indonesia sudah sangat maju, karena banyak generasi muda Indonesia yang memiliki inovasi dan kreatifitas yang unik, namun sayangnya kurang adanya dukungan dari pemerintah, sehingga lagi lagi masyarakat Indonesia hanya menjadi konsumen, dan banyak karya anak negeri yang akhirnya di patenkan oleh negara lain.

Sebagai contoh yaitu teknologi yang diciptakan Dr. Wasito, saat ini Malaysia dan Singapura ingin membeli hak patennya sedangkan masyarakat Indonesia tidak mampu berbuat apapun.

Negatifnya adalah kita ingin menggapai peradaban namun kita tidak mau masuk ke dalam sistem peradaban tersebut, sikap IPTEK sudah dikembangkan, ekonomi ada sebagian namun pemerintah belum memberikan kepercayaan sekarang.

Banyak mahasiswa (pemuda) yang ingin menjadi inspirator peradaban, maka berfikirlah diluar biasanya. Kita dapat berimajinasi luas namun sering kali diri sendiri yang akhirnya mebatasinya. Berfikirlah jauh dan kritis. Jadilah guru yang inspiratif. Jika kita sekarang sudah terlambat, maka siapkanlah untuk generasi selanjutnya.  Jika kita tidak bisa menghasilkan anak – anak yang dapat menjadi presiden, maka jadilah menteri, karena dengan memiliki menteri - menteri yang baik maka presidennya akan baik pula.

Tapi melihat anak muda kini apakah mempunyai harapan masa depan cerah untuk Indonesia menjalankan peradabannya? Mungkin Anda yang anak muda yang bisa menjawab.

Budaya yang mulai bergeser ke 'baratan' agar dibilang 'kekinian'. Padahal budaya Indonesia tak kalah untuk mendunia. Dan itu tak jarang dilakukan oleh pemuda emas bangsa. Indonesia dahulu merdeka ada campur tangan pemuda,;desakan golongan muda. Maka saat ini pemuda punya peran besar dalam peradaban Indonesia Lalu kemanakah pemuda kita? Siapkah menjadi inspirator peradaban? Membuat sejarah peradaban baru untuk Indonesia yang lebih baik?

Tetaplah menginspirasi untuk sama-sama membangun Peradaban Indonesia yang Madani.






tag: tankmipaunj.wordpress.com

Senin, 14 Maret 2016

Hafalan Qur'an Asma

Kriiiiinggg Kriiiiinggg Kriiiiinggg

Bunyi bel terdengar seantero sekolah. Bel terakhir di hari itu. Bunyi yang mampu membangkitkan semangat jiwa-jiwa yang penat. Anak-anak berseragam putih biru berebut keluar. Penat dengan ruang kelas yang mengurung mereka hampir enam jam. Asma dan Nida yang juga akan melangkahkan kaki keluar kelas tertahan oleh panggilan Bu Ria yang masih ada di kelas.

"Iya, ada apa, Bu?" Tanya Asma.

"Asma, Anida, bulan depan ada lomba menghafal Al-Qur'an yang diadakan walikota. Sekolah harus mengirim tiga orang untuk memgikuti lomba. Dari rekomendasi guru-guru, kalian yang akan menjadi perwakilan sekolah ditambah Ridho. Kalian siap, ya?"

Asma dan Nida hanya bisa saling pandang. Bingung bagaimana menolaknya.

"Masih ada waktu satu bulan untuk latihan. Hanya juz 30 aja, kok yang dihafalin." tambah Bu Ria.

Dengan ikhlas Asma dan Nida menerima permintaan Bu Ria.

"Nida..." Panggil Asma pada sang sahabat.

"Kak Fathimah kan guru tahsin. Udah hafal lima juz juga. Gimana kalo kita belajar hafalan sama kakakku?" Tawar Asma.

Nida nampak sedikit menimbang-nimbang, namun akhirnya mengangguk.

"Boleh juga, kapan kita bisa mulai latihan?"

"Biasanya kakakku setiap senin sampai rabu, sorenya selalu ada dirumah. Kita bisa latihan tiga kali dalam seminggu."

"Boleh, nanti kamu tanya kak Fathimah juga, ya. Takutnya kak Fathimah lagi ada agenda."

"Tenang... Bisa diatur..."

***

Minggu pertama latihan. Fathimah dengan berbaik hati meluangkan waktunya untuk melatih Asma dan Nida berlatih menghafal juz 30. Mereka memulai dari surah An-Nas. Asma mempunyai suara yang indah dalam membaca ayat Al-Qur'an hanya saja ia lemah dengan menghafal. Sedangkan Nida dia biasa-biasa saja tetapi sangat lancar saat menghafal. Nida anak pertama, dia mempunya seorang adik laki-laki. Ibunya sedang sakit, sedang Ayahnya sudah tidak ada. Maka tidak ada yang bisa mengajari Nida menghafal. Beruntung Fathimah mau mengajari Asma dan Nida.

***

Minggu kedua latihan. Asma terus rajin berlatih. Sedang Nida terkadang ia harus membolos latihan karena harus mengurusi Ibu dan adiknya. Terkadang mereka berlatih sepulang sekolah bersama Ridho dan guru agama mereka, Bu Ria. Hafalan mereka sudah lumayan baik di minggu kedua. Sudah mampu menghafal sampai surah An-Naba' walaupun masih sedikit terbata-bata.

***

Minggu ketiga latihan. Saat latihan di sekolah tadi Bu Ria bilang hadiah untuk juara satu, dua, dan tiga nanti lumayan besar. Ada beasiswa juga. Terselip di hati Asma ingin sekali memenangkan perlombaan itu, atau mengalah agar sahabatnya yang bisa menjadi juara. Asma terus beristighfar dan kembali meluruskan niat.

***

Minggu keempat latihan. Hafalan mereka kini sudah jauh lebih baik. Bukan hanya kelancaran hafalan. Tajwid dan segala aturannya pun diperhatikan dalam menghafal. Terkadang mereka menggunakan ayat dalam surah-surah tersebut dalam shalat agar tetap terjaga hafalannya dan tidak mudah lupa. Fathimah juga selalu menyemangati mereka di kala jenuh.

***

Hari perlombaan. Mereka gugup dan sedikit grogi. Terlebih juri yang ada memang yang ahli di bidangnya. Tapi Bu Ria yang juga membimbing mereka selalu meyakinkan mereka.

"Jika sudah berusaha hasilnya tidak akan mengecewakan. Akan lebih mengecewakan jika tidak pernah berusaha."

Sampai pada pengumuman. Asma begitu tidak percaya dengan hasil penilaian para juri. Ia mendapat juara 1, sedangkan Asma juara 3. Ridho sendiri mendapat juara harapan 1. Besar uang yang didapat oleh sang juara 1 bukanlah hal yang diharapkan Asma. Ia berikan seluruh hadiah juara pada Nida untuk mengobati sakit sang Ibu. Hadiah tidak lebih berharga daripada kebahagiaan sahabatnya. Nida terharu sekali sampai berkali-kali menangis di bahu Asma. Bagi Asma, bahagia bisa hadir saat ia mampu membahagiakan orang lain walaupun ia tidak bahagia.

Sabtu, 12 Maret 2016

Diary Aisyah

18 Mei 2014

Yey! Hari ini ulang tahunku ke tujuh belas. Mama ngasih hadiah buku diary, katanya biar aku rajin nulis. Sebenernya aku malas nulis, tapi nggak apa deh dari pada bukunya nggak dipakai. Hehehe... Hmmm aku namain kamu 'Ai' ya, Diary? 
Hai, Ai! Aku Aisyah. Jadi teman curhatku, ya!


12 Juni 2014

Lama ya, Ai, nggak nulis disini. Kali ini aku mau nulis tentang Rio. Ai, Rio itu pacar baruku, Ai! Baru jadi kemarin. Haaa senangnya! Dia anak futsal, keren, populer juga di sekolah. Semoga langgeng, ya... Hehehe...


11 Juli 2014

Sebulan! Hari ini hari jadi aku dan Rio tepat satu bulan! Hari ini aku dikasih setangkai bunga mawar merah. Nggak asli, sih. Katanya biar awet. Tapi nggak apa , deh, dari pada nggak dikasih sama sekali... Semoga kita awet ya, Ai!


29 Juli 2014

Huh, aku bete banget sama Kak Maryam, Ai! Kak Maryam udah tau aku pacaran sama Rio. Terus aku disuruh putus, Ai! Disuruh putus, Ai! Padahal lagi manis-manisnya sama Rio. Kak Maryam bilang pacaran itu dosa. Apanya yang dosa, sih?

"'Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.' Quran surah Al-Isra' Ayat 32. Disitu udah jelas, Aisyah. Kita dilarang mendekati zina. Pacaran itu pintu menuju zina." Begitu kata Kak Maryam. Huh, lagi pula aku kan nggak berzina. Nggak sampe cipika cipiki.


3 Agustus 2014

Aaaaahhh aku sebel, Ai! Sebeeel! Aku dimarahin papa karena ketauan pacaran. Pasti Kak Maryam yang ngadu sama papa, nih. Kupingku sampe panas nih, Ai, diceramahin seharian sama papa. Bahkan papa minta aku putusin Rio.

"Aisyah sayang... Dalam islam itu nggak ada proses pacaran. Pacaran itu biasanya ngapain? Pegangan tangan? Peluk-peluk? Sayang-sayangan? Itu semua pintu menuju zina. Zina juga nggak melulu yang bersentuhan fisik. Ada zina mata juga zina hati. Dulu di zaman nabi, pezina itu dihukum cambuk. Sekarang pun di Arab sana seperti itu. Sudah mendapat hukuman di dunia, di akhirat pun mendapat hukuman karena berzina termasuk dosa besar. 'Pezina tidak dikatakan mu’min ketika ia berzina.' Apalagi zaman sekarang pacarannya udah bebas banget. Papa khawatir sama kamu, Aisyah...Lelaki yang baik itu, bukan yang datengin kamu tiap malam minggu, tapi datengin papa minta restu. Iya langsung nikah aja, dari pada nanti jadi fitnah? Lelaki yang ngajak pacaran itu lelaki yang cuma main-main, kalau dia serius pasti ngajak nikah bukan pacaran. Cinta yang suci itu cinta karena Allah bukan karena nafsu. Jangan sampe kamu mencintai dia lebih dari cinta kamu sama Allah. Berharap banyak sama dia lebih dari kamu berharap sama Allah. Laki-laki baik untuk wanita baik. Laki-laki keji untuk wanita keji. Nanti kamu paham sendiri bagaimana lelaki baik itu." 

Aduh papa ngomonginnya udah nikah-nikah aja. Aku kan masih muda. Aku sedikit melunak. Mulai bisa mendengar nasihat papa. Tapi rasanya belum bisa menyadarkanku. Aku masih butuh waktu untuk mikirin itu semua, Ai. Kamu pasti ngerti kan, Ai?


11 Agustus 2014

Hari ini hari jadi aku dan Rio yang kedua bulan. Tapi belakangan sikap Rio agak aneh. Rio jarang ngehubungin aku kalau di luar sekolah. Pas jam istirahat nggak nyamperin aku di kelas. Hari ini pun dia belum ngucapin selamat apalagi ngasih hadiah. Kira-kira kenapa ya, Ai? Ah mungkin dia mau ngasih kejutan...


19 Agustus 2014

Ai, aku dapat kabar dari sahabat aku Indah. Katanya kemarin dia ngeliat Rio jalan sama perempuan yang dia nggak kenal. Kira-kira siapa ya? Ah, mungkin Indah salah liat ya, Ai? Semoga begitu.


28 Agustus 2014

Udah seminggu aku denger gosip-gosip nggak enak di sekolah. Kata temen-temenku Rio udah putus sama aku dan punya pacar baru. Loh, pacarnya kan cuma aku dan belum putus. Nanti aku tanya Rio langsung deh.


5 September 2014

Ai!!!!! Aku sediiiih. Udah seharian nangis di kamar. Hari ini aku nggak berniat ke sekolah, apalagi dengan mata bengkak gini. Aku putus. Kemarin aku liat sendiri Rio jalan sama perempuan lain. Dan benar aja itu pacarnya. Aku sebel sama Rio! Benci! Harusnya kemarin aku dengar apa kata Kak Maryam sama papa. Nyesek, Ai! Begini ya rasanya patah hati dan disakiti. Kalau aku tau rasanya, aku nggak mau ngerasain.


7 Januari 2022

Assalamu'alaykum, Ai! Alhamdulillah bisa nulis lagi disini setelah beberapa tahun kamu hilang entah kemana. Terakhir kali aku nulis kamu pas aku lagi galau ya? Nggak sengaja kamu aku lempar sembarangan karna kesal. Maaf ya, Ai. Akhirnya aku nemuin kamu pas lagi beres-beres kamar...

Oh iya, aku mau cerita, Ai! Seminggu yang lalu ada seorang ikhwan datang kerumahku. Awalnya aku nggak ingat dia. Dia Alif, teman SMA ku dulu. Aku nggak tau gimana caranya dia bisa ingat aku sampai sekarang. Dia datang untuk melamar aku. Papa langsung mengiyakan, padahal kan aku yang harusnya menjawab. Kata papa, kalau udah datang lelaki yang baik agama dan akhlaknya terima aja nggak usah pikir-pikir lagi. Kelamaan mikir nanti keburu tua. Huh, dasar papa! Ya, akhirnya aku tau Alif itu anak dari temannya papa. Pantesan...

Kamis, 10 Maret 2016

Pergi untuk Kembali

Matahari bersembunyi malu-malu. Langit yang tadi biru kini terlihat semburat jingga. Setelah berlelah-lelah ria berkutat dengan buku, aku bergegas pergi ke mesjid Al-Khwarizmi. Menghadiri kajian rutin setiap senin sore.

Biasanya aku mengahadiri kajian bersama teman-teman liqo-an ku. Ku telfon temanku Hamdan yang ternyata sudah berada di dalam mesjid. Aku segera berwudhu lalu memasuki mesjid. Kali ini pembicaranya adalah ustadz Kahfi, ustadz paling kece di kota ini. Pembawaannya asik dan mudah dimengerti. Sekarang beliau sedang membahas tentang sabar dan ikhlas.

"'Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar' Qur'an Surah Al-Baqoroh ayat155. Apapun musibah yang menghampiri antum sekalian, bersabarlah." Ayat penutup kajian hari itu.

Aku ingin menghampiri ustadz Kahfi untuk meminta kontaknya. Siapa tau bisa mengisi kajian di mesjid dekat rumahku. Saat aku merogoh saku, tidak kutemukan benda itu. Aku mencari di tas, tidak ada Hamdan dan Ardi mulai menyadari kegelisahanku.

"Kenapa, Lal?" tanya Hamdan.

"Ponsel ane, Dan. Kemana ya? Ente liat nggak, Dan?"

"Daritadi kan ane duduk dengerin doang, nggak ngapa-ngapain."

"Coba inget-inget lagi tadi terakhir ditaro mana?"

"Ane lupa, Di. Kayaknya di tempat wudhu deh."

Nihil. Hampir di penjuru masjid aku mencari ponselku tidak ketemu. Kesal rasanya. Dalam ponsel itu juga banyak data-data dan kontak-kontak penting. Aku menjalani bisnis dan mencari uang dari ponsel itu. Rasanya seperti hampa jika tanpa ponsel. Ah, bagaimana ini? Ponselku hilang sudang. Hampir semua orang-orang yang datang kajian dan yang ada di mesjid aku tanyakan. Sampai aku lupa untuk meminta kontak ustadz Kahfi. Aku frustasi. Menyesal kenapa kejadian kehilangan ponsel harus terjadi? Aku tidak pernah seceroboh ini. Awas saja jika aku menemukan siapa yang mengambil ponselku. Hamdan dan Ardi hanya geleng-geleng kepala melihatku mendumel. Menepuk-nepuk punggung menyuruhku sabar.

Melihat keributan kecil di luar mesjid, ustadz Kahfi menghampiriku.

"Ada apa ini?"

"Ponsel teman saya, Bilal, hilang, ustadz." Hamdan yang menjawab.

"Innalillahi..."

"Padahal tadinya saya mau minta kontaknya ustadz tapi malah hilang. Sial banget saya hari ini. Di dalam ponselnya juga banyak data-data dan kontak penting. Bagaimana kalau teman-teman organisasi mau menghubungi saya? Huh!"

"Ponselnya keluaran baru lagi. Uh, nyesek ya bro." goda Ardi. Menyebalkan.

"Ya sudah syukuri saja." kata ustadz Kahfi.

"Loh, kok syukuri? Saya kan lagi kena musibah, ustadz."

"Bersyukur antum pernah punya ponsel. Banyak loh di luar sana yang nggak pernah punya ponsel. Bahkan ada yang nggak tau ponsel itu apa."

"Tapi kan udah ilang, ustadz."

"Sabar dan ikhlaskan, akhi."

"Sulit, ustadz. Masih nyesek. Saya beli ponsel itu dengan uang saya sendiri, ustadz."

"Akh Bilal, Sesungguhnya yang pergi tidak benar-benar pergi. Ia pasti kembali tetapi pada tempat dan waktu berbeda. Seperti matahari yang pergi saat malam mulai tiba. Tapi ia datang lagi esoknya di pagi hari. Yang hilang juga tidak benar-benar lenyap. Ia ada dan tersembunyi oleh jarak dan waktu. Seperti bintang yang hilang. Ia tidak hilang, hanya saja bersembuny di balik jarak. Jarak yang jauh membuat bintang menjadi tidak terlihat. Mungkin hari ini ponsel antum hilang. Hanya hilang dari kehidupan antum dan berpindah tangan. Suatu saat dia bakal balik lagi. Pergi untuk Kembali. Entah kapan dan mungkin wujudnya pun berbeda."

"Maksudnya ustadz?" tanya Ardi.

"Barang yang paling kita cintai hilang hari ini, ikhlasin aja. Insyaa Allah di lain waktu diberi yang lebih oleh Allah. Banyakin doa, sedekah, dan dhuha. Mungkin kejadian ini juga peringatan buat Bilal. Supaya Bilal makin taat sama Allah."

“'Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya. HR. Bukhari 5641.' Tetap sabar dan ikhlas, ya. Kan, tadi pas kajian udah dapet ilmunya."

"Astagfirullah.. ane kok jadi kayak suuzon sama Allah ya? Terima kasih ya ustadz atas pencerahannya. Insyaa Allah sabar ikhlasnya ane coba."

Walaupun sedikit gundah, tapi rasanya hati ini sedikit lebih tenang. Aku juga mencoba memuhasabah diri. Mungkin diri ini jarang sekali bersyukur. Ya Allah, ampuni hamba....

10 bulan setelah kejadian ponsel hilang. Kini aku sedang berada di mesjid Nabawi. Di kota ini aku menjalani ibadah umroh. Alhamdulillah. Benar kata ustadz Kahfi dulu kala. Sekarang aku bisa umroh hadiah dari perlombaan design yang kujuarai. Jika dihitung-hitung hadiahnya memang melebihi harga ponselku. Mungkin ini rezeki yang pergi untuk kembali. Kembali dalam jumlah yang lebih. Alhamdulillah.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Senin, 07 Maret 2016

Menulis itu Menciptakan Peradaban

Seiring waktu setiap manusia pasti akan berubah. Ia tumbuh dari kecil hingga besar. Dari yang hanya bisa menangis sampai bisa berbicara. Mungkin saya tidak ingat bagaimana saya dibesarkan saat masih kecil. Tapi saya bersyukur saya diajarkan untuk membaca dan menulis. Saya lebih bersyukur lagi pada Allah diberikan fisik yang lengkap.

Anak usia dini sebelum ia bisa menggoreskan pensil diatas kertas pastinya diajarkan dahulu untuk bisa berbicara hingga mengenal berbagai hal. Saya sering melihat anak usia dini sebelum bisa menulis huruf 'A' ia diajarkan terlebih dahulu untuk menyebut hurufnya. Jika kita memaknai proses tersebut, kita dituntut untuk membaca lalu kemudian menulis.

Ya, hal ini tentu berkaitan dengan kepenulisan. Untuk bisa menulis tentu kita harus banyak membaca. If you want to write, you must read more.

Membaca adalah salah satu hobi saya. Saya sengat senang membaca. Walaupun awalnya hanya hobi membaca komik saat kelas 7 SMP. Saya mulai membaca novel-novel teenlit dan Harry Potter mulai kelas 8 SMP. Hingga masa SMA bacaan saya kebanyakan novel. Saya bisa menghabiskan satu buku novel dalam sehari. Pernah saya disebut 'novel maniac' oleh guru fisika saya saat SMA. Kalau persediaan novel sudah habis, saya beralih ke wattpad. Karena novel lah, lahir hobi baru saya.

Menulis. Saya mulai menulis saat SMA, mengirim beberapa tulisan untuk lomba tapi tak satupun yang lolos. Saya tak pernah merasa itu adalah kegagalan. Saya anggap itu sebagai ujian untuk 'naik kelas'. Benar saja, saya dapat hikmah dari situ. Saya mulai memperbaiki niat saat menulis. Menulis bukan untuk mendapat puja-puji dari pembaca apalagi materi. Tapi bagaimana tulisan saya bisa menyentuh pembaca bahkan sampai menginspirasi.

Sejak memasuki dunia perkuliahan, bacaan saya mulai 'naik kelas' yang awalnya hanya novel-novel teenlit menjadi novel-novel yang luar biasa menginspirasi hingga buku bacaan islami. Saya mulai sadar, jika saya terus bergulat dengan dunia fiksi, lama-lama saya menjadi tidak realistis. Ya, seperti berharap pangeran tampan dan kaya datang melamar saya. *Ups.

Menulis tanpa membaca seperti orang tersesat, tidak tahu jalan. Kita tentu tidak ingin tersesat apalagi menyesatkan orang lain. Maka membacalah. Dalam Al-Qur'an pun yang pertama diperintahkan adalah bacalah bukan tulislah. Tetapi membaca dan menulis menjadi pasangan yang seharusnya tak terpisahkan.

Bagi saya menulis adalah menciptakan peradaban. Ketika kita meninggal nanti, tidak ada yang abadi di dunia selain karya kita. Dan penulis itu seperti Tuhan. Mampu menciptakan, menciptakan tokoh dan alur semau si penulis. Jelas pembaca tidak boleh protes. Memberi saran boleh. Bagaimana tulisan itu tergantung penulisnya. Saya teringat sebuah kutipan dari Pramoedya Ananta Toer:

"Seseorang boleh pandai setinggi langit. Tapi jika ia tidak menulis, maka ia akan hilang dari sejarah dan masyarakat. Menulislah, karena dengan menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Nah, kalau belum mulai menulis, menulislah sekarang. Kalau belum mulai membaca, sekarang anda sudah membaca tulisan saya kan...

Sabtu, 05 Maret 2016

Suka Duka Hari ke-20

Tepat 20 hari saya mengikuti #30DWC. Iya ini hari ke 20. Banyak hal yang saya lalui selama 20 hari. Mulai dari semangat hingga jenuh.

4 hari pertama lancar. Memuaskan bagi saya bisa on time setoran. Tapi hari ke 5 saat saya sakit, saya nggak bisa meneruskan menulis hari itu. Akhirnya saya 'berhutang'. Ternyata akibat 'berhutang' ini merubah segalanya. Membuat berantakan pula jadwal saya. sampai hari ke-19 sejak hari ke-5 itu setoran saya berantakan. Suka telat. Nggak jarang Kak Rezky kontak saya untuk nanya setoran hehehe.

Ya, beberapa hari itu saya lagi futur. Sampai jadwal odoj saya juga agak berantakan. Jarang setoran. Tapi Alhamdulillah bisa banting setir balik kanan grak saya mulai membalikkan keadaan seperti semula lagi.

Jujur, kesulitan yang saya alami selain ketersediaan ide adalah ide. Kadang suka kehabisan ide lalu akhirnya malas menulis. Pelajaran yang saya dapat adalah jangan menunggu ide baru menulis. Tapi menulislah maka ide akan muncul dengan sendirinya. Selain itu juga jangan menyepelekan sesuatu. Saya suka menganggap menulis itu paling hanya sekian menit. Tapi kalau nggak ditulis sampai akhirat pun tulisan kita nggak jadi. Walapun saya sibuk kuliah, mengajar, organisasi, saya paham dengan sendirinya semua hal itu bukan alasan untuk menghentikan langkah saya untuk menulis.

Wah, ternyata futur menulis memberi saya banyak pelajaran juga ya. Ah ya, saya sebenarnya hanya hobi menulis. Merasa belum pantas tulisan saya untuk dipublikasikan. Tapi karena #30DWC saya bisa lebih PeDe lagi untuk posting tulisan saya di blog. Ya, seperti sekarang ini. Nah, intinya sih komitmen.

Semangat sampai 30 hari!!!

Jumat, 04 Maret 2016

Jendela Dunia

Langit cerah secerah hari ini
Hari aku bisa melihatnya lagi
Melihatnya tanpa henti
Ah, senangnya hati ini

Bagiku anugrah bisa memilikinya
Saat tak banyak orang yang bisa memiliki dia

Lembar demi lembar kubuka
Menelusuri tiap goresan tinta
Aroma lembaran menguning menyeruak
Tapi tidak membuat sesak

Aku selalu menikmati saat-saat dengannya
Dengannya aku bisa melihat dunia
Dengannya aku bisa banyak tahu
Dengannya aku seperti sedang menjelajahi waktu

Ukhti... Kapan Mau Berjilbab?


Kerudung, hijab, atau jilbab sekarang sudah menjadi trend di masyarakat. Bahkan banyak orang yang menjadikan jilbab sebagai fashion. Dibanding zaman dahulu di Indonesia khususnya, sulit sekali bagi orang-orang yang mau berjilbab untuk bebas berjilbab. Di tpat kerjanya muslimah tidak diperbolehkan berjilbab. Sampai-sampai para muslimah rela meninggalkan pekerjaannya demi bisa berjilbab. 

Beda sekali dengan sekarang. Muslimah bisa bebas berjilbab. Bahkan di tempat-tempat kerja sudah banyak yang membolehkan karyawatinya untuk berjilbab. Lalu, untuk muslimah yang belum berjilbab, apa alasannya, ya?

- Belum dapat hidayah
Hidayah ditungguin? Kapan si hidayah dateng? Lama amat. Hidayah itu disamperin. Dicari. 

- Mau jilbab-in hati dulu
Gimana caranya tuh hati di jilbab-in? Emang hati bisa pakai jilbab ya? Uhm... "Muslimah berjilbab belum tentu taat. Tapi muslimah taat pasti berjilbab."

- Nanti kalau udah lulus, kalau udah nikah, kalau udah punya cucu
Nanti kalo umurnya nggak sampe lulus, nggak sampe tua, tapi kita belum berjilbab gimana tuh?

Ukhti, berjilbab bukan budaya arab. Bukan hanya identitas. Bukan fashion. Bukan sunnah, tapi wajib. Jilbab itu bentuk ketaatan kita pada Allah. Di Al-Qur'an pun ada perintah-Nya:

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)

Kalau kamu berpikir dengan berjilbab nanti jadi nggak dapat pekerjaan... Rezeki mah udah diatur sama Allah. Nggak bakal ketuker, kok. 

Kalau kamu berpikir dengan berjilbab, nggak ada lelaki yang mau deketin kamu... Itu seleksi alam namanya. Lelaki nggak baik yang menjauh. Lelaki baik yang akan mendekat nantinya. Buka deh (Q.S An-Nur: 26).

Kalau kamu berpikir dengan berjilbab akan banyak kritikan sosial dari lingkunganmu... Semua memang butuh usaha dan pengorbanan, tapi semua akan indah pada waktunya. Takut dibilang sok suci? Daripada dibilang sok maksiat? Udah maksiat, sok lagi. Haduuuh... 
"Muslimah berjilbab bukan malaikat, tapi ia berusaha untuk taat."


Nah, Ukhti.. Kapan mau berjilbab?

Ayuk hijrah :)

Surat untuk Sahabat

Hai, karibku..
Lama sudah kita tak bersua. Setahun, dua tahun, bahkan bertahun-tahun. Tak ada kabar, tak ada pesan.

Aku penasaran sekali seperti apa rupamu sekarang? Masih polos seperti dulukah? Aku bisa mengira bahkan kau sekarang sudah lebih tinggi dariku. 

Karibku.. 
Aku ingat ada lesung di pipimu saat sudut bibirmu terangkat. Aku rindu senyum itu. Senyum yang mampu membangkitkan aku dikala aku terpuruk. Senyum yang menenangkan dikala aku sedih.

Aku rindu... Teramat rindu...
Apa kabarmu hari ini? Aku tahu kau orang yang kuat.

Ah, aku ingat masa-masa kita di merah putih hingga putih abu-abu. Masa kecil teramat bahagia yang pernah aku alami. Tapi sekarang tak ada lagi yang mampu melukis warna di kanvas kehidupanku. Tidak seperti kau. Semua terasa gelap tanpa warna. 

Karibku...
Sepertinya sedikit lagi kita akan kembali bersua. Bermain seperti dulu. Tunggu aku, ya. Aku akan menyusulmu. Kita akan bersenang-senang seperti dulu di surga.

Karibku... Terima kasih sudah memberi warna di kehidupan masa kecilku.

Kamis, 03 Maret 2016

Celengan Ayam

Anti menimbang-nimbang celengannya. Celengan berbentuk ayam berwarna putih. Melihat dari sisi yang berlubang, terlihat gumpalan-gumpalan uang yang sudah lumayan. Anti tersenyum sumringah. Sedikit lagi ia bisa membeli sepeda baru impiannya. Dengan hati-hati ia menaruh celengan itu di bawah kolong tempat tidur. Lalu ia pergi melaksanakan kegiatan rutinnya, berjualan gorengan.

Anti bersyukur hari ini gorengan yang ia jual laku habis terjual. Uang modal ia kembalilan pada Bu Eti yang membuat gorengan. Sisanya untuk ia bawa pulang. Lumayan uang dua puluh lima ribu bisa menambah isi celengannya. 

Diperjalanan pulangnya dari berjualan, Anti bertemu Rahmat, teman sekelasnya. Rahmat terlihat membawa bakul yang tertutup kain. Rahmat melihat Anti, sekalian saja Anti sapa.

"Hai, Rahmat, mau kemana?"

"Aku mau ke sawah, Anti. Mencari belut."

"Iiiih... Aku tidak suka belut. Memangnya untuk apa mencari belut?"

"Untuk dijual, Anti. Untuk bantu Ibu."

"Ibumu apa kabar, Rahmat? Sudah sembuh?

"Besok aku mau bawa ibu ke klinik di kecamatan. Doakan saja." 

Kondisi Rahmat tidak terlihat baik-baik saja. Badannya yang ringkih dan mata sayu terlihat seperti orang lemah. Tapi hatinya begitu kuat. Setelah ditinggal Ayahnya tiga tahun lalu, kini Rahmat yang usianya tiga belas harus menjadi tumpuan harapan hidup bagi Ibu dan ketiga adiknya. Rahmat yang malang. Saat kakinya tak kuat menopang tubuhnya pun ia tetap semangat mencari belut untuk dijual.

Anti pulang kerumah. Ibunya belum pulang. Ia pergi ke kamarnya. Mengambil celengan ayam di bawah tempat tidur. Menimang-nimang sebentar lalu membantingnya. Dengan air mata ia mengumpulkan uang-uang yang berserakan di lantai. Inilah satu-satunya yang berharga bagi Anti. Yang akan ia hibahkan kepada Rahmat. Ia teringat pesan guru mengajinya:

Bahagiakanlah orang lain meskipun engkau tidak bahagia.
Bisa jadi kebahagiaan itu hadir saat engkau membahagiakan mereka.

Selasa, 01 Maret 2016

Si Perut Buncit

      Meja makan malam ini cukup ramai. Ada ayam goreng, sayur asam, perkedel, tempe, dan lalapan. Biasanya kami makan malam hanya dengan ikan asin atau tahu dan tempe. Bersyukur sekali aku malam ini. Kata Emak, tadi pagi ada tim sukses Pak Subed yang membagi-bagikan amplop. Isinya lumayan. 

"Berarti nanti Emak milih Pak Subed, dong?" Tanyaku sebelum menggigit paha ayam goreng.

"Nggak juga, pan kita kagak boleh nolak rezeki. Anggap aja itu sedekah dari Pak Subed." Jawab Emak.

"Kalo Bapak milihnya sapa? Pak Subed atau Haji Sobar?" Tanyaku pada Bapak yang sedari tadi tidak ikut dalam obrolan.

"Hmm... rahasia." Begitulah Bapak.

"Tapi Emak agak ragu juga milih Pak Subed..." Kata Emak mengambang.

"Kenapa? Karna perut Pak Subed buncit ya, Mak?" 

"Hush...Kagak boleh ngomong gitu." Kali ini Bapak angkat bicara.

"Abis kata warga Pak Subed perutnya buncit karna makanin uang gak halal. Makanin uang warga, Pak." 

"Kita juga kagak boleh suudzon, Fatur. Harus tetep husnudzon dengan catatan tetep mantau yang sebenernya." Nasihat Bapak. Aku hanya mengangguk saja. Sebenarnya aku juga bingung mau memilih siapa sebagai kepala desa tahun ini. Ini pertama kalinya aku mengikuti pemilihan suara, pastinya aku harus memilih yang tepat agar desaku nanti bisa maju. Mendengar gosip dari tetangga yang mengatakan Pak Subed itu korupsi uang warga aku percaya tidak percaya, sih. Yang aku tau tak jarang Pak Subed memberikan uang pada warga dan suka bergonta-ganti gawai. Kalau Haji Sobar sendiri, orangnya ramah dan murah senyum. Sangat cinta pada keluarganya, pernah sekeluarga diajaknya pergi umroh. Ah, aku jadi bingung. Malam itu aku hanya menuruti nasihat Bapak. Husnudzon. Berprasangka baik.

      Belum waktunya adzan tapi aku segera bergegas ke mesjid menunggu adzan dzuhur. Di dalan mesjid aku melihat Pak Subed. Kebetulan, sekalian saja aku memantaunya. Terlihat ia sedang duduk sambil memegang mushaf Al-Qur'an. Ingin aku menghampiri Pak Subed tapi pandanganku teralih pada ruangan pengurus mesjid. Aku melihat Haji Sobar sedang memasukkan sebagian uang dari kotak amal masjid yang terbuka ke amplop putih. Sebagiannya lagi masuk ke saku celananya.